VIPDOMINO.CASINO | BANDAR POKER | BANDAR Q ONLINE | DOMINO 99 ONLINE | POKER ONLINE | CAPSA SUSUN | ADUQ
KENAKALAN SAAT MUDA (part 3)
KENAKALAN SAAT MUDA (part 3)
![]() |
Agen KartuQQ |
VIPDOMINO.CASINO - Pagi itu, aqu sibuk mengepak barang. Kita bertiga sepakat liburan untuk hilangkan stres di pulaw Bidadari. Disana ada penginapan mewah milik Jessy, kita ingin gunakan kesempatan liburan pergi bersenang-senang sepuasnya. Aku menyiapkan pakaian renang minim, bisa dibilang cuma CD dan Bra sih. Kegiatan kita pasti akan penuh dengan berenang, disamping memang hobi. Oleh sebab itu, taklah heran kalo badan kita bertiga tak ada yg pendek.
Kukenakan tank top biru. Jessy pasti warna favoritnya hitam, ciri perempuank horney. Sedangkan Silvia merah muda kesukaannya. Tak lupa, kita lingkarkan syal di leher, bandana serta anting-anting bundar sewarna pakaian. Dipadu dengan bawahan rok jeans pendek abu-abu. Kekontrasan warna pakaian dan accesoris dengan kulit menambah pesona kita, membuat kaum lelaki menoleh sampai leher mereka keseleo ^o^.
Din, diiiinn !, klakson mobil memanggil.
“Oi, Mis…cepetan !” teriak Jessy.
Aku tau dari suara cemprengnya, Silvia lebih lembut. Aku pamit pada kedua ortu, dari raut muka mereka terlihat sedang kesulitan. Memang usaha Jessin Ayahhku dimasa transisi Pailit. Laba (keuntungan) perusahaan, tak cukup menutupi hutang di Bank. Bunda menyapu air mata di pipinya. Kuusap-usap punggungnya, coba tenangkan perempuan yg mengandungku itu. Seharusnya aku hanyut dalem derita keluarga, bukan berparty pora tinggalkan mereka. (Maafkan anakmu Ayahh Bunda, aku anak yg tak berbakti. Cuma bisa bersenang – senang, lupakan bakti diri terhadap orang yg bersusah payah membesarkanku sejauh ini), batinku melihat lautan, kini.
“Mis, hati-hati di jalan…jangan lama-lama ya, Bunda kangen” kata Bundaku ter-Cinta sembari menyium kedua pipiku, mudau meneteskan air mata, basahi pipi kita berdua.
Tak sanggup, air mataku pun turut menitik. Aku cuma bisa membalas dengan ciuman panjang di pipi mudau, sebagai tanda sayangku padanya. Kukecup dahinya, Ayahhku pun juga kucium demikian. Setelahnya kulambaikan tangan sebagai tanda perpisahan, pergi tinggalkan mereka dalem kepusingan.
Lewat beberapa kilo, aku masih saja termenung di dalem mobil. Silvia dan Jessy yg tau tentang keadaan ekonomi keluargaku memakluminya. Mereka coba menghibur agar suasana perjalanan tak terganggu. Kadang mereka benar, kalo terus dipikirkan tanpa solusi yg jelas cuma akan menyiksa diri, meski kita juga tak membenarkan apa yg kita lakukan.
“Oi, ngomong-ngomong kita mau digauli siapa nih…ga ngajak bokin-bokin kita ?” kata Jessy asal sembari memutar kemudi, pecahkan suasana sunyi diantara kita. Aku tersenyum dengar kata-kata spontannya, mereka senang melihatku kembali cerah.
“Yaa, ‘nti juga dapet…masa sih ga ada yg mau kemaluan gratis, cantik lagi yg punya” jawab Silvia narsis, mengibas rambut panjang indahnya kebelakang.
“Huuw, bolehnya GR !” sahut Jessy. Aku pun melepas tawa, larut dalem indahnya tali persahabatan.
“Abis, bosen gw digauliin Slamet gendut mulu…kenyang tiap hari disuruh nelen pejohnya yg asin, Hueeekk !” kelakar Silvia.
Kita tertawa renyah, karena juga sudah terbiasa curhat seks bersama mereka, aku turut berbicara tentang bagaimana Mang Trimin mengerjaiku. Jessy tak mau kalah, bercerita tentang Pak Mukidi yg tergila-gila dengan payudaranya. Tak terasa ngobrol seputar seks, kendaraan kita tiba di Ancol. Siap menyebrang ke pulaw Bidadari dengan Jetfoil mini milik Jessy. Kita bertiga naik ke kapal itu, disambut sang Kapten dan beberapa ABK dengan ramah.
Semilir angin laut berhembus menerpa muka, membelai lembut rambut. Aku termenung di sisi kapal. Melihat dalemnya laut dan cakrawala yg terhampar. Dataran tanpa ujung, lautan tak terlihat dasar serta langit yg tak bertepi.
“Mis, beJess lu ya hihihi” ledek Jessy.
“Ih, enak ajaa…“.
Mereka berdua menghampiriku, sudah ganti celana dengan rok pantai warna putih corak kembang, tipis tembus pandang. Dimana belahannya kalo tersingkap bisa terlihat cd si pemakai. Atasan tetep tank top berdada rendah. Kaca mata hitam menghias muka Indo mereka, makin memukau mata yg memandang. Harus kuakui kedua sahabatku itu memang luar biasa cantik, aku saja perempuan terpesona dibuatnya.
“Heh, kenapa lu ngeliatin gw gitu ? jangan-jangan…”, Jessy curiga karena kutatap terus badan sexynya.
“Yee, enggag-lah yau…enak aja !” tepisku, dituduh lesbi.
Kita pun tertawa riang, melihat lautan bersama sembari ngobrol. Canda tawa buatku terhenyak lupa akan masalah sejenak. Aku juga beranjak ganti pakaian agar seirama. Dalemannya kupakai CD dan bra renang. Agar ketika tiba di lokasi dimana bisa berenang langsung bisa menyelam. Usai berganti pakaian, kupamerkan pada mereka.
“Gimana Jess..Sil ?” tanyaku, gaya bekacak pinggang bagai Model catwalk.
“Wuiiiiizz…dahsyat !” ujar Silvia.
“Iya ya, keren abis…sumpah !” timpal Jessy.
“Ma’acih…”, aku GR dengar pujian mereka.
“Ada bakat Mis…” kata Jessy lagi.
“Model-kah ?”.
“Bukan, pemain bokep hihihi”.
“Huuh…nyebelin !”, aku gemas karena gagal GR, ternyata pujian palsu.
![]() |
VIPDOMINO.CASINO |
Langsung kucubit lengan Jessy, dia berlari kecil, aku mengejarnya. Kita tertawa-tawa berlari menguitari kapal. Para petugas Jetfoil yg diperkerjakan Ayah Jessy turut tertawa lihat kelakuan wanita ABG anak juragannya. Silvia turut mengejar dari belakang, sampai makin ramai saja permainan kejar-kejaran kita. Ketika Jessy berhasil tertangkap, langsung kutindih dia. Kukelitik pinggang rampingnya, Silvia memperlakukan perihal sama padaku, main kelitik-kelitikan deh ^o^. Setelah merasa lelah, kita tidur berderet di Palka kapal. Melihat langit biru dan indahnya iring-iringan putih awan.
“Eh…gw kok ngerasa, kita ini udah kayak sodara yah ?” tukas Jessy.
“Iya” sahutku dan Silvia bersamaan.
“Mana sama-sama anak tunggal lagi yah” kata Jessy lagi, aku dan Silvia kembali menyahut kompak.
“Mm, gimana kalo…kita kaya di film-film kungfu gitu ?” usul Silvia.
“Film kungfu gimana ?”, aku tak mengerti.
“Yaa, kita bikin sumpah gitu…jadi sodara angkat, gimana ?”.
“Mm, boleh…lebih kentel dari sahabat, iya gw juga pernah lihat tuh di film Mandarin jadul di Tv ga sengaja” sahut Jessy.
“Ok deal, kalo gitu…kita mulai aja yuk ?”, Silvia bangkit dari rebahan.
Aku dan Jessy menyusul setelahnya, “Nah, kita orang berlutut…”. “Biar indahnya laut menjadi saksi atas sumpah kita !” lanjut Silvia.
“Ok !” jawabku dan Jessy serentak, kita melutut, bergenggaman jemari.
“Sip Jess, lu mulai duluan…coz lu yg paling tua diantara kita !” tandas Silvia.
“Ok, gw mulai !”, genggaman mengeras, jantung berdegup kencang.
Entah kenapa terasa seperti itu, kurasa bukan cuma aku yg mengalaminya. Jessy dan Silvia pasti merasakan perihal yg sama, karena tangan terasa erat namun bergetar. Menanti moment sebuah ikatan suci, tanggung jawab yg lebih dari persahabatan, Kakak beradik.
“Wahai lautan…di hadapanmu, kita ingin utarakan sebuah perihal. Aku Jessy, disebelah kananku Silvia, dan di kiriku Miska…bersumpah untuk mengikat tali persaudaraan. Berharap engkau menjadi saksi. Dimana pun kita berada, walaupun jarak memisahkan kita bertiga…andaikan pula kita tak berada dalem satu tempat yg sama…kita tetep Kakak ber-Adik. Aku, Jessy silvia…bersumpah setia menjadi kakak pertama, bagi Silvia dan Miska . Terima semua keluh dan kesah mereka…siap membimbing dan dibimbing !” sumpah Jessy.
“Aku, Silvia …bersumpah setia untuk menjadi adik bagi Jessy , dan kakak bagi Miska Andiny. Terima semua bentuk keluh dan kesah mereka, siap dibimbing dan membimbing !” sumpah Silvia.
“Dan aku Miska Andiny…bersumpah setia untuk jadi adik mereka, Jessy Jesshansen dan Silvia Oktaviana. Terima semua bentuk keluh kesah mereka, siap untuk dibimbing dan membimbing !” sumpahku.
“Kita bersumpah, mengikat tali persaudaraan…bersama dalem suka dan duka !” ucap kita serentak.
Rasa canggung pun menyelimuti, terasa sekali formalnya. Kubuka pembicaraan berusaha alih kembangkan perasaan.
“Mm terus…gimana manggilnya ?” kataku memulai, tampaknya dipertanyakan juga oleh mereka.
“Yah gimana, kalo menurut gue sih kaya biasa aja…yg penting sumpahnya khan ?” kata Jessy.
“Ya udah boleh manggil De or Kak kalee, musti direalisasiin dong…khan itu bukti rasa honey. Ibarat peraturan cuma dibuat namun ga dijalanin percuma juga Kak !” ujar Silvia, kusetujui dengan anggukan.
“Ok deh, apa tadi barusan…kata lu ‘De ?”.
“Apaan Kak ? yg mana ?”.
“Itu tadi, bukti rasa honey ?”.
“Mmm, iya ?”, Silvia menjawab singkat karena tak mengerti maksud Jessy.
“Honey kaya gini, Mm Cuph !”
Jessy menyium pipi Silvia penuh kasih sayang, Silvia tak mengelak dicium Kakak angkat barunya. Pemandangan itu buatku iri, mukaku merengut berat karena ingin di sayang dan dicium juga oleh mereka.
“Uuuh, mauuuu !” manjaku, bibirku manyun dengan kedua tangan mengepal.
“Ade mau juga ?” ledek mereka, aku mengangguk.
“Ya udah, niih.MmCuph !”. Mereka mencium pipi kiri dan kananku bersamaan, (Uuh senangnya ^o^).
“Ciuman buat Kakak mana ?”, todong mereka, akupun langsung cekatan menyium pipi mereka berdua.
“Wah-wah, mau dong turut cium-ciuman hehehe”, ledek sang Kapten yg handsome.
“Weeek !”, Jessy meleletkan lidah padanya, disambut gelak tawa semua orang yg ada di sekitar kapal. Dia menarik lenganku dan Silvia ke kabin dalem dimana terdapat kasur empuk untuk rebahan.
“Kak, petugas di kapal ini ganteng-ganteng yah” kata Silvia.
“Mm, gitu deh…kenapa, mupeng ya digauli mereka hihihi”.
“Iiiih, ga-lah…enakan sama orang kaya Pak Slamet, lebih brutal hihi”.
“Iya, lagi juga pada hormat bingit sama Bokap…jadi pada ga berani macem-macem gitu sama Kakak” terang Jessy.
“Yaah, kasian…berarti Kakak mupeng juga tuh, dimacem-macemin sama mereka hihihi” aku meledeknya.
“Nakal ya Adeku satu ini, Awas !” ancamnya, pinggangku digelitiknya.
Aku langsung tertawa kegelian, kubalas dia, Silvia pun turut dalem permainan itu, main kelitik-kelitikan lagi deh ^o^. Lelah bercanda, kita bertatap-tatapan. Tiba-tiba aku diterkejutkan jari-jari Jessy yg menangkup daguku. Dia menariknya sampai muka kita berdekatan, adu mulutpun terjadi. Kupagut bibir Jessy, kita bertukar liur, telusuri panjang bibir dan saling emut-emutan lidah. Silvia yg iri ingin bergabung, mencucup pertemuan lidahku dengan lidah Jessy.
“Mmh, Aahhhh !” desah Jessy, ketika kugigit kecil lehernya.
“Emmfhh…!”, aku bergumam, Silvia mencupang leherku.
Desahan Silvia menyusul setelah Jessy mencupang lehernya. Kita saling menggigit dan menjilat lembut. Variasi yg buat leher merah terbasuh ludah, sebuah moment yg tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Lidahku berpetualang ke leher Jessy, menuju muka Indonya lalu kembali adu mulut. Dia mengemut daguku, kubalas dengan kecupan di hidung mancung khas Eropanya, dia balas cium pipiku. Silvia membaur dengan bibir tipisnya yg selalu terlapis lipgloss pink. Nafas kita sudah tak teratur. Dengan gairah yg menggelora, aku dan para sahabatku yg sudah resmi jadi Kakak adik itu menelanjangi diri sendiri. Secara, kita memang sudah sering telanjang bersama ketika seks party.
![]() |
Situs Judi |
Payudaraku dilahap Jessy, aku mendesah, mendesah dan terus mendesah. Lidah nakal Jessy yg bisa membuat lelaki tergila-gila lewat oralnya itu menggelitik putingku. Mulutku beradu dengan mulut Silvia, mata kita berdua bertatapan dengan sexy. Aku menggeser kepala menciumi payudaranya yg berfisik panjang, sesuai dengan postur badannya yg tinggi. Dia sendiri tenggelam diantara belahan dada bulat Jessy. Jari-jari lentik kita yg terhias kutek berwarna favorit, turut ramaikan rangsangan dengan rabaan dan pijatan di sekujur badan.
Erangan mengeras dikala kita saling menancapkan jari pada lubang kemaluan lawan tanding. Sampai-sampai berhenti mengemut. Mata sudah demikian sayu lantaran horney. Seandainya ada yg masuk, siapapun, mau memperkosa, pasti kita pasrah. Jessy menancapkan jarinya dalem-dalem pada kemaluanku, aku melihat melas agar tak terlalu dalem. “Aahhhhh…!” sekujur badanku bergetar merasakan nikmat.
Erangan mengeras dikala kita saling menancapkan jari pada lubang kemaluan lawan tanding. Sampai-sampai berhenti mengemut. Mata sudah demikian sayu lantaran horney. Seandainya ada yg masuk, siapapun, mau memperkosa, pasti kita pasrah. Jessy menancapkan jarinya dalem-dalem pada kemaluanku, aku melihat melas agar tak terlalu dalem. “Aahhhhh…!” sekujur badanku bergetar merasakan nikmat.
Jariku mengusap-usap bibir kemaluan Silvia, kulampiaskan balasan padanya. Kutancapkan dalem-dalem jari di kemaluan, Silvia mengerang panjang. Dia balas perlakuanku pada kemaluan Jessy, menusuk dalem-dalem kemaluannya, lidah Jessy terjulur mendesah lirih. Kita lakoni Lesbian seks berantai.
“M.Aahhhh, Yess…Kak Jessiii.ii.i.i.icee, Ngghhh…jangan dalem…dalem, Pleaseshhh !” mintaku pada Jessy.
“Em.Aahhhh, De…a.ampunhh…jangan terla.lu…dalem.Aaaawh Sssh !” iba Jessy pada Silvia.
“De.Ahhhh…Ssshh, udah De.Aahhhh…udaaahhhh !” pinta Silvia padaku.
Semakin lama, tarik ulur jari semakin cepet, juga tertanam makin dalem.
“Hahhhh….Hahhhh…Hahhhh, Iyaa.ah…Iyaaaaaaahhh !”, kita klimaks bersama.
Erangan demi erangan berkumandang. Kenikmatan melanda, selubungi badan telanjang kita bertiga. Kejatan badan bagai tersengat listrik ribuan Volt, kita menjerit dengan jari masih menancap. Badan telanjang kita bertabrakan. Sebuah ledakan klimaks yg dahsyat. Untung saja ruangan privacy, sesampai suara yg menggelegar tak terdengar keluar. Sehabis klimaks kita kelelahan, tidur bertumpuk badan dengan nafas tak beraturan. Aku memandangi jariku yg belepotan, terkejut karena Jessy tiba-tiba mengemutnya. Dia jilati Jus cinta Silvia di jariku. Silvia meraih jari Jessy, mengemut Jus cintaku. Agar kompak, aku pun menjilati jari Silvia yg terselimut Jus cinta Jessy. Kita mirip bayi dengan dot botol susunya. Nafas mulai kembali teratur, Jessy mengatur posisi badan
(Oh, no…not again !), keluhku.
Sahabat sekaligus Kakakku ini betul-betul hypersex, padahal mereka masih terlihat lelah dari mata. Dia mengambil posisi mukanya ke kemaluanku, siap menjilat dengan penuh kasih sayang agar aku meraih kepuasan. Silvia mengambil posisi di selangkangan Jessy, sedangkan aku ke milik Silvia. Kita saling menjilat untuk memberi kepuasan. Bersama menuju surga dunia, terbang melayang melalui lengkingan nikmat klimaks. Lelah bercinta, kita tidur berdekapan, dilengkapi dengan senyuman.
Tok ! tok ! tok !, pintu kabin diketuk.
“Non Jessy, maaf…saya cuma ingin sampaikan pesan kalau kita sudah sampai !” kata orang di balik pintu.
Kita terbangun senang, meski masih ngantuk dan Waaw…! masih telanjang pula. Jessy yg paling bersemangat tadi tampak loyo, dengan jahil kukelitik pinggangnya agar dia bangun. Jessy kegelian, memejet hidungku sebagai buah kenakalan. Kukucek mata dan meregang, keluar dari kapal untuk menginjak daratan. Akhirnya, tiba juga kita di pulaw Bidadari. Sangat indah, surga dunia. Udaranya alami dan segar, jauh dengan udara kota Jakarta yg penuh polusi. Kita melangkah ke penginapan milik Jessy. Disana pun disambut ramah oleh Manager dan staf penginapan, dibawa ke tempat istirahat khusus Owner (pemilik) yg telah disiapkan. Langsung showeran dan berendam di bath tub guna hilangkan bekas adegan, tentu sedikit lesbian karena telanjang tiga-an. Makan kue Tart sedikit, lantas keluar penginapan untuk jalan-jalan.
“Mas, kalo mau ke pulaw itu gimana caranya ?” tanya Jessy pada salah seorang staf, menunjuk ke sebuah kecil yg hampir tak terlihat kasat mata.
“Oh, musti nyebrang pakai kapal…biasanya ada Bapak tukang kapal yg nyebrangin, tamu penginapan juga sering minta dianter keliling pulaw sama dia. Tunggu aja, sebentar lagi mungkin dating…” jelas lelaki itu, senyuman memperlihatkan giginya yg tonggos.
“Iya deh, makasih Mas…”.
“Sama-sama. Maaf, ini…Non Jessy yah, anaknya Mr. Jesshansen makalon kita ?”.
“Ya iyalaah…”.
“Wah, dulu masih kecil pernah kesini…SD kalau ga salah, saya masih seumuran Raffi Ahmad waktu itu” kata Mas-mas tonggos itu buat kita tersenyum.
“Oya, udah lama dong Mas kerja disini ?”.
“Ya lumayan…”.
“Nama Mas siapa ?”, Jessy mengibaskan rambut mulai TP, jangan-jangan dia horney mau digauli si tonggos. Silvia *ehem-ehem* mengingatkannya agar jangan gila, coz kita juga bisa turut nanti ^o^.
“Brandon !”.
“Puff !”, kita menahan tawa mendengarnya, takut dia tersinggung. (Brandon ? please deh).
“Canda Non, hehehe…Badu nama saya”.
“Hihi, kirain Mas serius ?”.
“Emang ga pantes yah ?”.
“Kurang masuk Mas sama mukanya hihihi”, si mas-mas tonggos tertawa, berarti dia tak marah diajak bercanda meski dihina.
“Kalo gitu, aku panggil Bang Dungu aja ya ?”.
“Yah, jangan dong Non !”.
“Abang Dungu…abang Dungu hihihi” ledek Jessy.
“Lho, kalo Mas BaDu khan aneh…”.
“Iya deh, terserah…namanya juga cuma nama hehehe”.
“Berarti, kita nunggu disana ya Bang ?”, tunjuk Jessy ke pinggir laut.
“Iya Non, sebentar lagi kayanya si Bapak datang”.
“Ok deh, dah Bang Dungu…”, Jessy mencubit pipinya lalu kissbye.
Mas-mas tonggos bernama BaDu itu kaku tak bergerak, belum pernah seumur-umur diperlakukan seperti itu, apalagi oleh wanita Indo secantik Jessy. Waktu kita berjalan meninggalkannya, terasa sekali bokong dipelototi dari belakang. Sampai di tepian, kita sempat menunggu sekitar 5 menitan, BT juga sih. Namun tak lama, terlihat sebuah kapal beserta seorang Bapak-bapak di dalemnya. Lelaki berusia kisaran 35-40 taun, badan gempal, memiliki kumis serta bibir tebal. Bapak itu terus-terusan memandangi kita meski kapal telah sampai di tepian.
‘Kak-kak, lihat deh kumis si Bapak…De’ bayarin hihihi’ bisikku pada Silvia dan Jessy, mereka tutup mulut menahan tawa.
“Pak, kita mau ke pulaw seberang…anter dong, bisa ? nanti kita bayar deh…” kata Jessy.
“Pulaw yg mana Non ? disini banyak…”.
“Yg itu tuh…”, Jessy menunjuk ke salah satu pulaw kecil.
“Oo, itu sih kosong Non…ga ada yg bisa dilihat”.
“Terus, apa isinya itu pulaw ?”.
“Yaa, paling…hutan kecil, tanah kosong sama rumah Bapak hehehe”.
“Bapak tinggal disitu ?”.
“Iya Neng gubug, mending ke pulaw sebelahnya aja” saran si Bapak.
“Owh, emang ada apa Pak disitu ?”.
“Ya mirip pulaw ini, yg jelas berpenghuni…ga seperti pulaw yg Bapak tempati itu” jelas si Bapak mengenai Pulaw Sawi.
“O, ya sudah…kalo gitu…ke pulaw Bapak aja !”. Aku, Silvia dan Bapak tukang kapal terkejut mendengarnya. Kukira Jessy akan bilang ke pulaw satunya.
“Mau ngapain Non di sana ?”.
“Mau tau aja Pak, kayak apa sih pulaw tak ber penghuni itu” ungkap Jessy.
“…………”, si Bapak terdiam, lalu berkata.
“Kalau memang itu mau Non…mari saya antar”, Jessy berjalan menghampiri kapal, Aku dan Silvia bertatapan seketika, mau tak mau turuti kemauan Kakak angkat kita itu. Bapak tukang kapal menyalakan mesin. Wrrr, wrrrrrrrrrr…!!, dan kapal pun berangkat.
“Ini dayung buat apa Pak ? khan udah ada mesin pendorong ?” tanya Jessy terheran.
“Oh itu, bisa aja kan sewaktu-waktu mesin berhenti di tengah jalan, jadi ada dayung untuk giring kapal ke daratan” jelasnya, kita bertiga mengangguk.
Sesampainya di dekat pulaw yg kita tuju, air terlihat jernih. Tak terlalu dalem, pas untuk berenang. Jessy membuka rok pantai corak kembangnya, pamerkan badan indah sexy yg terbalut pakaian renang minim. Bapak tukang kapal mupeng melihat pemandangan yg tersaji cuma-cuma di hadapannya. Jessy telah terbiasa dengan ekspresi laki-laki seperti itu, cuek bebek memasang kacamata renang, lalu bertingkah gila membuat terkejut kita semua.
“Bapak ngeliatnya gairah amat…mau ini Pak ?”, Jessy menggeser bagian depan celana renang, tukang kapal sontak melotot.
Seusai pamer kelamin, dengan santainya dia terjang lautan, nikmati keindahan bening air. Aku dan Silvia cuma menggeleng kepala atas kenakalan Kakak angkat kita itu, lepas pakaian siap menyusul. Muka si Bapak bagai anak kecil minta dibelikan mainan, ingin kita berlaku sama seperti Jessy tadi. Kita jadi iba, terpaksa mengabulkannya.
“Pak, kita juga mau berenang sebentar…duaduaah, Muach !” ketika berucap ‘muach’, kita pamerkan kemaluan kita, seolah kemaluan yg berkata demikian. Liur si tukang kapal netes tak terbendung, matanya melotot seakan ingin memakannya saja.
Kutinggalkan dia dalem kemupengannya. Aku dan Silvia terjun ke laut menyusul Jessy. Main ciprat-cipratan, nyanyi sembari Jessget di atas batu karang dan lomba adu kuat tahan nafas, yg kalah kena dicumbu. Tukang kapal makin gairah lihat kita lesbian, Jessy mengerlingkan genit sebelah mata, aku dan Silvia mempertontonkan ciuman lesbi super HOT. Puas renang dan bersenda gurau, kita balik ke kapal. Namun diterkejutkan dayung yg terbentang, mengperihalangi kita untuk naik.
“Apa maksud Bapak ?” kata Jessy ketus, si Bapak cengengesan.
“Bapak pasti mau kemaluan kita-kita khan ? Minta aja yg sopan, ga perlu pakai kekerasan !” tambah Jessy, aku dan Silvia mendukung dengan muka kesal.
“Betul Non, Bapak memang pengen ngegituin Non bertiga…namun untuk selama-lamanya hahaha” kata tukang kapal itu.
(What ?!? just one fuck sih oke…but, jadi Budak…!?), batinku.
Kita semakin benci padanya, padahal tadi berniat kasih dia sekali-dua kali kecrot gratis.
“Oh iya, tadi Bapak belum bilang…kalau fungsi dayung satu lagi…buat antisipasi Hiu !”.
“HIUUU…?!!”, kita bertiga serentak terkejut.
“Iya, Hiu hehehe”.
“Jangan nakut-nakutin dong Pak !” kata Jessy dengan muka pucat, kita bertiga celingag – celinguk kiri kanan, takut yg dikatakannya benar.
“Ya memang ga selalu ada, namun bukan ga mungkin…kali aja ada yg nyasar hehe” kata si Bapak menyebalkan, berhasil menambah rasa takut kita.
“Tolong Pak, kasih kita naik…kita kasih apa yg Bapak mau…” tawar Jessy dengan suara bergetar, kita merapat berpelukan.
“Ya itu tadi Bapak bilang…Bapak mau Non semua jadi milik Bapak selama-lamanya !”.
“Ga mungkin Pak, kalo Orang tua kita nyari gimana ?”.
“Bapak bikin laporan kalau kapalnya bocor dan karam di tengah-tengah, terus jadi kehilangan Non semua karena ombaknya besar waktu berenang nyelametin diri hehehe” terang si Bapak, bangga akan rencana mesumnya.
“Naah, kalau Neng sekalian pada ga mau dimakan Hiu…mau naik ke kapal, musti patuh sama perintah Bapak…ngerti ?” lanjutnya.
“Baik Pak, cepet…” kataku, paling ketakutan diantara kita.
Bapak itu mencari sesuatu, sepertinya di karung yg sempat kulihat sekilas waktu tadi duduk. Tak lama, dia kembali dengan tiga utas tali tambang terpEntong pendek. Dilemparnya ke Silvia seutas.
“Non, iket temennya !” si Bapak menunjuk Jessy, tampaknya dia dendam gairah terhadap Jessy, memang Kakak angkatku itu yg memulai godaan. Silvia cepet-cepet mengikat tangan Jessy ke sisi pembatas kapal.
‘Aduuh, pelan-pelan De’ !’ protes Jessy berbisik.
‘Maaf Kak, De’ ga punya pilihan…’ balas Silvia berbisik, Jessy tersenyum maklum.
Bapak tukang kapal melempar kembali seutas tali, kali ini ke arahku. Aku tau apa maksudnya, yakni menyuruh untuk mengikat Silvia, Kakakku. Dengan sangat terpaksa, aku melakukan apa yg tak kusuka. Untung Silvia tersenyum ketika kuikat, meringankan rasa tak enakku padanya. Bapak tukang kapal cengengesan ke arahku, seakan berkata ‘baguus…baguuss’. Dia berdiri dan melepas seluruh pakaian.
(Shit tuh kemaluan !), batinku, melihat kejantanannya big size. Arti tatapan Silvia dan Jessy pun sama, (Bisa mati klimaks gw !).
Sembari menggenggam seutas tali sisa, si Bapak lompat sembari teriak ‘Cihuuy !’. JBUUR !!, air laut menyiprati muka kita.
“Puaah, tinggal si Non ini ya ?” katanya mendekatiku.
“Pak-pak, Hiu-nya gimana ?”, Silvia masih ketakutan.
“Oo, tenang aja Non…ada Bapak, itu Hiu harus ngelangkahin mayat Bapak dulu !” sahut si Bapak angkuh. “Kan bukan cuma Hiu yg mau makan Non…Bapak juga, hehee Slurrp !”, dia menjilat bibir seakan melihat makanan lezat.
Aku cuma bisa pasrah melihat tali mengunci tangan, cukup sakit buatku miris. Usai mengikat, si Bapak mengecek ulang ikatan Silvia dan Jessy.
“Naah, sempurna…Hm-hm, kalau begitu…kita mulai dengan ini *Breek !*,” Bra renang-ku ditariknya sampai putus, gunung kembarku terombang-ambing mengambang di lautan. Bapak tukang kapal tersenyum senang, langsung diremas-remasnya buah dadaku.
“Wah, anak-anak sekarang cepet berkembang ya” komentarnya, dilanjut dengan lahapan rakus.
“Pak, Ssshh…” aku mendesis nikmat, kepalaku terdongag melihat langit. Bibir tebal si Bapak menelan payudara bulat-bulat, lidahnya mempermainkan puting, buatku ‘Ahhh Ahhh em.Ahhhh’ berkedut nikmat. Kumisnya menggesek dada, buatku geli-geli enak. Puas menyusu, dia beralih ke Silvia.
“Whuaa, yg ini mirip Pepaya heheh” ejek si Bapak, melihat bentuk payudara Silvia.
Nasib Silvia sama denganku, dadanya menjadi bulan-bulanan tangan dan mulut si Bapak. Sebelahnya merenggut Bra renang Jessy, *Breek !*. “Gilaaa, tetek paling montok diantara bertiga…pantes lebih lonte !” katanya kurang ajar.
Payudara kedua Kakak angkatku kini jadi permainan. Diremas, dilahap, puting dipuntir, disentil lidah dan lain sebagainya. Muka mereka berdua sudah demikian merah, si Bapak tertawa cekikikan melihat itu. Bangga pada keberhasilan memancing gairah korbannya.
“Bleb…”, si tukang kapal tiba-tiba menyelam, kita bertukar pandang, tak tau dia akan melakukan apa selanjutnya.
“Kemaluan !” umpat Jessy buatku terkejut. Mimik mukanya seperti kehilangan sesuatu.
“Damn !”, umpatan Silvia menyusul, ekspresinya sama dengan Jessy.
(Apa yg terjadi…? Hiu-kah ?), aku bertanya-tanya dalem hati.
“Shit !” akupun refleks mengumpat, sama seperti mereka.
Rupa-rupanya, aktivitas si Bapak adalah menarik lepas CD renang dari bawah. Kini aku dan kedua Kakak angkat telanjang bulat di dalem laut. Bapak itu muncul ke permukaan.
“Puaah, akhirnya Bapak lihat juga kemaluan Non pada hehee. Baru pernah ngelihat kemaluan anak wanita, apalagi secantik Non bertiga. Nah, mari kita mulai…dari yg godain Bapak pertama kali dulu!
” kata si Bapak sembari melempar pakaian renang kita ke kapal, setelahnya kacamata renang kita. Sampai tak ada lagi yg tersisa di badan, selain anting dan liontin emas 18 Karat. Dia kembali menyelam.
” kata si Bapak sembari melempar pakaian renang kita ke kapal, setelahnya kacamata renang kita. Sampai tak ada lagi yg tersisa di badan, selain anting dan liontin emas 18 Karat. Dia kembali menyelam.
“Aahhhh, Ssss…Leehhh”, kulihat Jessy menganga dengan lidah terjulur, seperti sedang merasakan sebuah kenikmatan yg luar biasa.
Aku dan Silvia iri melihat itu, sepertinya nikmat sekali. Aku tau apa yg dilakukan si Bapak, pasti dia jilmek. Rasa takut adanya Hiu sirna, kini berubah menjadi hasrat ingin di jilmek. Jessy menjerit histeris, mukanya merah kelelahan, klimaks dikerjai si Bapak. Tukang kapal itu muncul ke permukaan, ambil nafas sebentar lalu kembali menyelam.
“eM.aAhhhh…Sssstt, yeahh…yeahhhh”.
Tampaknya mulut tebal si Bapak beralih ke kemaluan Silvia, karena Kakak angkatku yg berpostur tinggi ramping itu keenakan. Silvia mendesah kecil berulang-ulang, dugaanku si Bapak mengobok-obok kemaluannya dengan jari.
(Kuat juga si Bapak tahan nafas, mungkin sudah biasa bertualang di laut…), pikirku.
“IYAAHHHHH !!” rintihku, ketika kurasa sebuah jari gemuk menusuk kemaluan.
“Yahhhh…yahhh…yess…yesss.hh”, aku mendesah seirama dengan jari tukang kapal yg keluar masuk kemaluanku.
Aku dan Silvia berlomba merintih nikmat, badan telanjang kita sama keloJesstan di dalem laut. Saling tatap satu sama lain untuk mengetaui keadaan dengan muka sayu. ‘Noo, it’s comiing…! it’s comiing, Sssh !’ desisku. “Iyaahh, Iyyaaaaahhhh…!”, rintihan panjang itu menandai klimaksku. Si Bapak menusukkan jarinya dalem-dalem, membuat badanku dan Silvia sedikit terangkat, barulah ketika itu Silvia merintih panjang. Kakiku menendang-nendang tak jelas arah di dalem air, resapi kenikmatan jari yg menyumpal kemaluan.
“Puaahh, hehehehe…enak Non pada ?” ejek si Bapak disertai cengiran, ketika muncul ke permukaan.
Kita berdua cuma terdiam, menerima cemoohan karena memang benar adanya. “Ronde kedua !” ujar si Bapak seraya melepas ikatan Jessy. Dibawa ke batu karang tak jauh dari kita. Mereka berdua naik ke atasnya, setengah badan mereka di atas permukaan air, jadi aurat telihat.
Si Bapak mengatur posisi berhadap-hadapan. Sebelum memulai, ia berikan sebuah jilatan telak di kemaluan Jessy, buat Kakak angkatku yg cantik Indo itu mendesah keenakan. Tanpa membuang waktu lagi, si Bapak membimbing kemaluan ke depan bibir kemaluan. Jessy pasrah gelayutkan tangan ke leher si Bapak. Dengan penuh gairah dan rasa gemas, ia dorong kemaluannya sampai tertancap keseluruhan, Jessy mengerang panjang. Pastilah kemaluan si Bapak bukan takaran kemaluan ABG Jessy.
Sebaliknya, si Bapak medesah lantaran jepitan kemaluan terlalu liat. Kedua belah kaki Jessy dinaikan ke bahunya. Kakak angkatku yg berdarah Jerman itu pasrah digagahi, menyambut tiap sodokan dengan rintihan. Dengan mudah tukang kapal itu menaik turunkan Jessy lewat tangkupan dibokong. Acap kali rintihan Jessy terdengar keras ketika bokongnya dilempar tinggi-tinggi, tentu kemaluan wajib menumbuk benda yg bersarang di dalem. Adapun kemaluan istirahat menumbuk, bokongnya tak, harus siap diremas atau di tampar keras. Si Bapak tersenyum lihat ketak berdayaan Jessy, lantas kembali menaik turunkannya sembari tertawa sinting.
Tak lama kemudian, Jessy didekap erat, si Bapak kulihat menggemeratakan gigi. Badan Jessy melengkung, entah dia klimaks atau tak. Pastinya kulihat ada cairan putih pekat kental menjuntai waktu si Bapak mencabut kemaluannya dari kemaluan. Cengiran jelek tergores di muka tukang kapal itu, puas berhasil tanamkan benih di rahim wanita ABG penggoda imannya.
Jessy digiring naik ke kapal. Giliran Silvia kena entot, si Bapak menggiringnya ke batu karang. Diperintah untuk memiringkan badan, sebelah kakinya diangkat, Silvia pun refleks melingkarkan tangan ke leher si Bapak lantaran takut jatuh. Namun si Bapak malah menyurukkan muka ke selangkangannya, jilat-jilat kemaluan sejenak. Silvia meracau tak karuan, rambut si Bapak dijambak keras. Rupanya jilatan si Bapak terasa lebih nikmat baginya di luar air. Si Bapak sendiri ketagihan akan rasa kemaluan, tak sebentar dia ciumi kemaluan wangi Silvia.
Puas jilmek, ia arahkan kemaluan ke sasaran tembak sembari mengocok. Sampai di bibir kemaluan, langsung ditekan sampai amblas. Silvia menjerit, badannya serasa terbelah dua, dibelah melalui keperempuanan. Si Bapak merem melek menikmati kencangnya jepitan kemaluan Silvia, langsung dipenetrasi ketika itu juga. Posisi mereka agag sulit di laut, beberapa kali kemaluan lepas dari kemaluan lantaran mereka tercebur.
Si Bapak pantang menyerah, kembali melesakkan kemaluan meski berulang kali. Ia cekik leher Silvia perlahan sembari menyelupkan jarinya ke mulut, disambut Silvia dengan kuluman, begitu cara mereka bersebadan. Selang beberapa detik, si Bapak menyentak kasar, ejakulasi. Mereka berdua tercebur ke laut, namun si Bapak terus mendekap Silvia. Iba aku pada Kakak angkatku itu, pasti dia mati-matian menahan nafas. Badan si Bapak mengejang beberapa waktu. Setelah kedutan berhenti, barulah Silvia dilepas olehnya, Silvia langsung megap-megap mencari oksigen.
Si Bapak kembali tersenyum puas, badannya mengapung terlentang di air melihat langit. Dengan sisa tenaga Silvia berenang ke arah kapal, dia sempat melihatku seketika seakan meminta maaf karena tak berdaya dan tak punya cukup tenaga untuk menolong. Selagi aku memperhatikannya naik ke kapal, sebuah jari menusuk telak kemaluan. “Ahhh.mMff !!”, si Bapak memagutku setelah jarinya menancap. Ia melecehkanku, keluar-masukkan jari sembari melihat ekspresi mukaku yg tentunya lagi ke-enakkan.
Puas mencemooh, tali ikatanku di lepas. Giliranku di garap, aku disuruh membalik badan. Ia memeluk, buah dadaku diremasnya sembari menggesek kemaluan ke bokong, lama kelamaan kemaluan itu mengeras. Bagai kerbau dicocok hidung, aku pasrah ketika punggungku di dorong untuk nungging. Kakiku disepaknya lebar agar ia mudah memasukiku.
“Hngggh ! ini kemaluan palinggh, legith..dari yg…lainh !” celoteh si Bapak, ketika berhasil menanamkan kejantanannya di lubang kemaluanku. Rintihan nikmat keluar dari mulut karena penuh kurasa. Rintihan itu terus berulang tatkala kemaluan membelah kemaluan berulang-ulang, kugoyang pinggul agar ia lebih bergairah menyodok.
Kedua tanganku yg mengepal ditariknya kebelakang, dihentaknya berlawanan arah dengan sodokan seakan aku ini kuda dan ia kusirnya. Suara persebadanan kita sangatlah ramai, tepukan bokongku dengan pinggulnya, kecipak air, di tambah dengusan berat nafas.
“Yes, Yess…Iyah, Iya-aaahhhhh !”, aku klimaks, kuku-ku mencakar lengannya. Syukur ia mengerti keadaan, sodokannya mereda, biarkanku nikmati klimaks sejenak.
Mendengar nafasku kembali normal, ia lanjutkan hujaman kemaluan, sembari tertawa sinting pula. Sodokannya lebih brutal dari sebelumnya, kepala kemaluan terasa menggedor dinding rahim.
“Ooohh.Hngkkh !”, CROOOT !, semprotan mani dahsyat kurasa di lubang kemaluan. Sedikit memang air mani yg muncrat, telah di-umbar habis di kemaluan kedua Kakak angkatku. Badan kita begitu lekatnya, kejangan badan si Bapak terasa sampai di badan.
Kemaluannya yg masih bersarang di kemaluanku meng-kerut. Ia lepas cengkramannya di tanganku, aku pun tercebur ke laut. Sebenarnya aku lemas, namun dinginnya air kembali buatku segar. Tak ingin tenggelam, sebagaimana kedua Kakak angkatku, kupaksa badan lelahku berenang ke kapal. Untungnya mereka sudah siuman, jadi bisa bantuku naik, tak lama Bapak tukang kapal menyusulku naik.
“Nah, istri-istriku….mari kita ke rumah kalian yg baru !” katanya, seraya menyeringai.
Aku, Silvia dan Jessy diam tak menyahut, sekelompok wanita tanpa daya dan upaya. Si Bapak menyalakan mesin, berangkatlah kapal kita ke pulaw yg sudah terlihat itu. Sesampainya, kita yg masih telanjang bulat digiring paksa ke sebuah gubug, yg tak lain adalah tempat tinggalnya. Kutapaki satu demi satu anak tangga yg sudah reyot itu kayunya. Sampai di dalem, si Bapak menyuruh kita duduk menunggu di dipan.
“Pak, tolong pulangkan kita !”, Jessy meminta.
“Pulang ?” sahut si Bapak, kita mengangguk.
“Boleh, namun Bapak dikasih apa dong ?” kata si Bapak dengan muka mengejek. Ia Jongkok di depan Jessy persis.
Jessy yg mengerti langsung mengangkangkan kaki, kemaluannya dipandangi si Bapak. “Coba Non kesini !”, ia menyuruh Silvia berdiri di sisi kirinya. Silvia menuruti perintah dengan segera, karena pikirnya setelah ini usai akan di-izinkan pulang. “Yg si Non itu kesini !” suruhnya padaku, untuk berdiri di sisi kanan. Tukang kapal mencengkram kedua betis Jessy.
“Nah, Non pegang ini…si Non pegang yg ini. Terus angkat tinggi-tinggi !” kata tukang kapal itu, tentu saja aku dan Silvia bertukar pandang.
(Bagaimana ini ? Masa kita harus menghidangkan keperempuanan Jessy, Kakak angkat kita…pada orang yg baru kita kenal ?) batinku, Silvia pun kuyakin berpikiran sama.
“Lho, kok bengong ? Ayo…pada mau pulang ga ?” bujuk si Bapak. Jessy mengangguk pada kita, seakan dia mengerti aku dan Silvia ragu menjadikannya ‘umpan’. Entah dia ingin biar kita cepet pulang atau sudah tak tahan dijilat melihat tatapan lapar si Bapak pada kemaluannya. Kita berdua melaksanakan perintah tanpa ragu.
“Tinggian lagi Non ! Terus…pegang di pangkal paha !” suruhnya, aku tak mengerti. Kuturuti perintah mesum itu, Silvia menuruti. Tiba-tiba, tangan tukang kapal mencaplok buah bokongku dan Silvia. Mendorong sampai kemaluanku, Silvia dan Jessy berdekatan.
“YAHHHH”, kita mendesah berurutan. Lidah tukang kapal melakukan jilatan berantai dari kemaluan Silvia, Jessy lalu ke kemaluanku.
“Owh, Yesssshh…” Jessy berdesis, si Bapak melahap rakus kemaluannya. Lahapan itu bergantian, kadang ke kemaluanku kadang ke kemaluan Silvia. Yg pasti, kita bertiga keenakan dibuatnya. Jari besarnya menelusup dari belakang bawah, mencolok lubang, korbannya adalah lubangku dan Silvia. Mulutnya fokus pada kemaluan Jessy. Lidah kita bertiga sama terjulur, sebagaimana perempuan yg mendekati puncak kenikmatan. Kepala si Bapak maju mundur, lidahnya mencolok-colok itil Jessy. Kakak angkatku yg liar itu mengerang keras, kakinya yg kita pegangi mengamuk. Di ketika yg sama, jari si Bapak menusuk kemaluan dalem-dalem. Aku dan Silvia pun juga jadi mengerang panjang.
“IYAAAAAHHH…!”, Jessy melepas klimaks yg membelenggu, badannya menggigil. Aku dan Silvia nyusul kemudian, tukang kapal cekatan merangkul bokongku dan Silvia, sesampai mukanya terkurung oleh kemaluan kita yg sedang mengucur jus cinta. Ia telah menduga bahwa waktu klimaks peganganku dan Silvia pada betis Jessy akan melemah, jadi buru-buru ditangkupnya bokong Jessy agar tak jatuh. Kemi berempat merapat. Mulutnya bergantian jilati jus kemaluan yg dihasilkan tiga wanita muda.
“Muaah, seger-seger-seger hehehe” komentar tukang kapal itu, seraya merebahkan kita semua di dipan dengan gentle, seakan-akan kita ini istrinya. Ia pandangi kita bertiga, tersenyum sebentar lalu berkata.
“Nah, masih pada mau pulang ? enakan disini…Bapak bikin Non puas kayak tadi ga berhenti-berhenti huahaha” ejeknya keluar kamar. Rumah memang tak berpintu, namun sepertinya ia merasa aman, berfikir kita takkan mungkin bisa keluar dari pulaw dengan mudah. Di atas dipan kita berpandang-pandangan.
“Kak, gimana nih ?” tanyaku, mereka berdua cuma menggeleng, aku juga tak bisa menyalahkan mereka.
Setelah punya cukup tenaga, Jessy bangkit lebih dulu. Aku dan Silvia menurutinya, ia bagai Kakak, juga bagai Induk. Kita jalan telanjang bertiga keluar rumah. Entah kemana tukang kapal itu, kita kembali ke tempat dimana kita pertama berpijak di pulaw tak berpenghuni ini.
(Lho, kemana kapal yg kita naiki tadi ?), batinku, Jessy dan Silvia pasti berpikiran sama. Mungkin dia hilang ketika ini sedang menyembunyikan kapal, who knows…
Aku celingag – celinguk ke kiri dan kanan, tak ada…? Kemana tukang kapal dan kapal miliknya ? haruskah aku dan kedua Kakak angkatku tinggal selamanya di pulaw ini ? Tak, pasti akan ada pahawan berkuda putih yg akan datang menyelamatkan kita. Namun ketika ini harapan kita cumalah ada kapal mendekat atau mampir, meski kecil kemungkinan.
TEPOKK !!, aku dan Jessy menjerit, sebuah tamparan keras mendarat di bokong kita berdua, Silvia..Jessy dan aku terbelalak terkejut. “Lagi ngapain disini, hah ?” bentak si tukang kapal dengan mata melotot menyeramkan.
Lidahku serasa kaku untuk menjawab, Jessy sebagai yg tertua coba bernego. “Kita”, “KITA APA ?!” bentak tukang kapal itu lagi, kita berpelukan karena takut olehnya, takut dia menyakiti kita nanti.
“Ayo pulang ke rumah baru kalian !” kata dia seenaknya. Kita pun digiring kembali ke gubug. Sampai di kamar, disuruh nungging di atas dipan, dari belakang ia tampari bokong kita sampai terasa perih. Pasti bilur kemerahan, aku tak sempat melihat karena kita kembali disebadaninya, yg kali ini dengan bengis. Rintihan kita bukanlah rintih kenikmatan, namun kesakitan. Berkali-kali ia hujam keras kemaluannya, sampai-sampai badan terhempas bergantian. Aku bahkan disodoknya sampai tengkurap, terus dihujam sampai kemaluanku terasa jebol. Silvia dan Jessy bernasib sama, mungkin maksudnya untuk memberi pelajaran agar tak mengulang pelarian, Jessy yg bermulut gerutu cuma mampu memaki, “Kemaluan anjing ! gila tunge ! maniak kemaluan ! dlsb.
Namun suatu ketika, ketika tukang kapal itu asyik menyodok sinting Silvia, aku dan Jessy sudah K.O tengkurap menahan perih di kemaluan. BUGG !!, sebuah suara benturan dua benda keras.
Silvia ambruk tengkurap ditindih si Bapak, pikirku tadi ia baru usai ejakulasi, ternyata tak. “Ayo Non, bangun !” kata suara lelaki yg sepertinya kukenal. Lelaki itu mengangkat Jessy, menyingkirkan badan tukang kapal yg menindih Silvia lalu membangunkanku.
(Bang Dungu ?), aku tak pernah menygka, namun senang dengan pertolongannya.
Entah bagaimana cara ia kesini, karena memang Jetfoil Jessy sudah kembali ke perairan Ancol, janji jemput hari minggu. Di samping kapal tak bisa ke pulaw ini karena terlalu rendah, bisa menghantam dasar kapal.
“Makasih ya Mas…”, Jessy memeluk lelaki tonggos yg pernah di ledeknya. BaDungu tersenyum senang dipeluk Jessy telanjang, aku dan Silvia turut memeluknya. BaDungu merobek sebuah kain usang yg ada disitu, memintalnya jadi pakaian ala kadar untuk kita bertiga, (serasa jadi ‘Jane’ Tarzan ^o^).
“Gimana cara mas kesini ?” tanya Jessy dengan mata berbinar haru, baru kali ini kita mengalami ancaman.
“Penjelasannya nanti aja Non, sekarang kita kembali ke penginapan…” sahutnya, kita bertiga mengangguk, terserah kepada si penolong saja.
“Bapak ini gimana Mas ?” kata Silvia.
“Biar nanti saya bikin perhitungan sama dia, sekarang Non bertiga harus selamat dan aman dulu !”.
Tanpa bicara panjang lebar lagi, kita tinggalkan tukang kapal dalem keadaan semaput. Sebelum pergi, Jessy sempat menendang kaki si Bapak sembari mengeluh, “Anjing lu…kemaluan gw sakit tau !” gerutunya. “Biji bangsat, hampir aja lu berhasil ngancurin kemaluan gw !”, Silvia menyusul. Aku pun turut-turutan, kuraih gagang kayu yg digunakan BaDungu untuk memukulnya tadi, kuayunkan ke badannya sembari berkata, “Bandot sarap ! lu bikin kemaluan gw kerasa hilang…tau ga, Hih !” gerutuku penuh emosi.
BaDungu meraih kayu yg masih kuayun, menarikku untuk segera pergi. Sesampainya di pinggir, kita melihat kapal yg dipakai Badongp, ternyata cuma sampan kecil yg muatannya pas-pasan. Tak banyak pilihan, kita naik ke atasnya. BaDungu mendorong sampan itu sampai meluncur ke lautan, baru dia naik ke atasnya mengayuh dayung.
“Kok kapalnya kecil amat sih Mas ? kalo tenggelam gimana ?” kata Jessy cemas.
“Habis ga ada lagi Non, ini aja untung ada. Dulu punya si Bapak tadi, penginapan kita memutuskan beli untuk cadangan sewaktu-waktu perlu entah buat apa, ternyata kepakai juga nih” jelasnya.
Selagi kita asyik ngobrol, Silvia berteriak, “Mas, si Bapak kemarii !!”. Kutolehkan muka ke pulaw yg baru saja kita tinggalkan, (Aaargh, tukang kapal menuju ke arah kita !). Dengan kapal yg memiliki mesin meski ukuran sama kecil, begitu mudah ia menyusul sampan kita. Sesudah dekat, ia menyiapkan seutas tali tambang yg cukup panjang, di sambung ke sebuah jangkar kecil. Kita bertiga berpelukan takut melihatnya memutar benda itu bagai koboi memainkan tali laso. BaDungu ke depan kita sebagai tameng untuk melindungi, dengan sebuah dayung senjatanya.
JDAAK !!, benda itu ternyata untuk dihantamkan tukang kapal itu ke badan sampan. CUUR…, air masuk ke sampan kita.
“Huahaha, rasain biar tenggelem !” ujarnya jahat. BaDungu ingin menerjangnya andaikan dekat, ia cukup pintar menjaga jarak, disamping takut kalo tukang kapal itu malah melempar jangkarnya ke arah kita. Gilanya lagi ia tambah teror, mengiris jarinya sendiri dengan pisau kecil bergerigi khusus jaring.
“Ayo Hiu-hiu, makan siang sudah siap Huahahaha !”, kita semakin panik, jerit bernada tinggi keluar dari mulut kita bertiga. BaDungu semakin kesal karenanya. Dengan gerak cepet ia patahkan dayung menjadi dua, dan dilempar ke arah tukang kapal. BUKK !!, kena tepat di kepala. Darah mengucur, ia mengaduh sakit. Badannya limbung, kapal yg dinaikinya bergoyang, “Yah, yah, Yaaaaaah *JBUUR !*”.
Kepanikan kita pun klimaks ketika seekor Hiu menyambar badannya. Ternyata apa yg dikatakan olehnya benar, malang termakan kata-katanya sendiri. Hiu mencabik habis badannya, air laut di sekitar badannya berubah menjadi merah darah. Kita menyaksikan peristiwa itu dari dekat, karena sampan kita sebentar lagi karam.
Aku, Silvia dan Jessy menjerit-jerit, takut sasaran Hiu berturutnya adalah kita. Air mata menetes deras ketika kulihat sirip yg mengambang semakin banyak. Kita berpeluk erat pasrah, kalau memang mati ya matilah bertiga disini, badan menggigil karena dinginnya air dan rasa takut akan kematian. Tangisan kita berhenti ketika mendengar suara BaDungu, “Syukurlah Tuhan, terima kasih !” ucapnya, aku belum mengerti. Kuperhatikan lagi, oh ternyata, sirip yg kulihat adalah makhluk jinak, sekelompok lumba-lumba. Kehadiran mereka buat hati kita semua lega.
Mereka mendekati kita, seakan menawarkan pertolongan, kupikir tadi gerombolan Hiu. Kupegang siripnya, kita ber-empat mengendarai lumba-lumba, meluncur menuju pulaw Bidadari, meninggalkan Hiu bersama tukang kapal yg pasti sudah berubah menjadi bangkai. Pastilah lumba-lumba itu datangnya dari do’a kedua orang tua yg selalu menginginkan keselamatan, kapanpun dan dimanapun anaknya berada. (Makasih Ayahh, makasih Bunda J).
Lumba – lumba itu mengantarkan tepat di depan pulaw, sisanya kita berenang. Mereka bernyanyi meninggalkan kita, kulambaikan tangan ke arah mereka. Manager hotel sudah ada di tepi laut itu ternyata, ia panik dengan kehilangan Jessy sang Nona makalon yg seharusnya menyantap jamuan makan siang bersama kedua sahabatnya. Kita betiga berpelukan di sisi laut itu, menangis tersedu dan haru. Entah apa jadinya tanpa BaDungu dan Lumba-lumba, kalau tak jadi budak seks ya santapan Hiu. BaDungu dan beberapa staf hotel memapah kita ke dalem kamar penginapan, tau bahwa lutut kita sudah lemas dengan apa yg terjadi.
Aku, Jessy dan Silvia segera mandi, menghilangkan bekas pasir yg menempel juga lengketnya air laut. Usai itu makan langsung tidur, rencana bersenang-senang kita batalkan. Seharian itu sampai dengan malam kita habiskan waktu di ranjang, ngobrol tentang apa yg terjadi, terus itu-itu saja tanpa jemu.
Pihak hotel menangani permasalahan hilangnya Bapak tukang kapal atas konfirmasi BaDungu, sebelumnya Jessy menyampaikan pesan bahwa kita belum sempat diperkosa, agar tak terlalu ruwet dengan permasalahan, takut di visum segala, malu. Beberapa orang dari pihak Kepolisian datang menginterogasi ala kadarnya, karena sebelumnya Manager penginapan Jessy menyelipkan segepok ratusan ribu ke Kepala Bagian agar dibereskan. Kebetulan tukang kapal jahat itu tak memiliki sanak keluarga, jadi tak ada yg merasa kehilangan.
Ayah Jessy, Mr Jesshansen, sampai datang menjenguk di sela kesibukan pekerjaan, dengar kabar terjadi sesuatu pada anaknya. Sedangkan Ibu Jessy cuma telpon dari rumah, sibuk dengan Gigolo simpanannya. Setelah tau kita baik-baik saja, dengan sedikit kebohongan yg diatur Jessy, Ayah Jessy kembali. Ayahh Bundaku dan orang tua Silvia belum tau, jangan sampai juga karena bisa-bisa kita disuruh pulang lebih cepet dari jadwal. Bagaimanapun, kita masih ingin menghirup udara liburan.
Keesokan hari, kita masih saja mengurung diri di kamar, enggan keluar. BaDungu membujuk untuk bersenang-senang, yg lalu biarlah berlalu. Kupikir-pikir benar juga, Jessy dan Silvia pun akhirnya berpikiran sama. Kita berlabuh ke pulaw Sawi, pulaw yg tak kalah indah dengan pulaw Bidadari (masuk dalem hitungan kepulawan Seribu).
Agar kejadian buruk tak berulang, kali ini BaDungu sendiri yg mengawal. Menggunakan kapal Boat milik Jessy yg dikirim dari perairan Ancol melalui staf Ayah-nya. Disana kita foto-foto, lempar-lemparan pasir, menguitari pulaw dan masih banyak lagi. Banyak orang disana, mirip dengan pulaw Bidadari, kaya aktivitas. Balik ke penginapan ketika waktu menunjuk makan siang. Sorenya, kita kelilingi pulaw Bidadari, tentu sembari foto-foto sebagai memory.
Menjelang malam.
‘Eh, masa kita ga ngasih hadiah sih…buat Mas Bang Dungu ?’ Silvia berbisik ketika kita Dinner di ruang makan.
‘Iya ya, iya deh…yuk’ sahut Jessy berbisik, Mas BaDungu salting karena kita berbisik sembari melirik ke arahnya. Aku cuma tersenyum, turut saja pada kedua Kakak angkatku yg hyperseks itu, disamping juga setuju sebagai ucapan terima kasih. Usai makan, kita bertiga menghampiri Mas BaDungu, Jessy membisikkan sesuatu ke telinganya.
‘Mas, nanti kalo udah sepi…dateng ke kamar saya yah ! ada perlu…’.
‘Mana berani saya Non…kalo keliatan Pak Sukarta gimana ?’
‘Ck, alaaah…ga usah takut, aku khan owner…siapa berani ganggu. Oke Mas, aku ada perlu nih…’, Jessy mengerlingkan mata genit, aku dan Silvia tersenyum nakal.
“Yuk daah, Muach !” kita bertiga kissbye ke arahnya, beberapa staf penjamu makanan melihati BaDungu. Dia menelan ludah tak enak, takut dilaporkan macem-macem ke ortu Jessy dan dipecat.
Tok ! tok ! tok !, ‘Permisii…’.
“Yup, sebentar…!”, Jessy berjalan ke pintu, aku dan Silvia siap menunggu duduk di tepi ranjang.
“Masuk Mas…!” kata Jessy dengan senyum ramah, lelaki bergigi tonggos itu mengangguk sopan.
“Mau curhat lagi Non ?”.
“Gag ! Bukan lagi…”, Jessy menghampiriku dan Silvia yg bangun berdiri.
“Kita manggil Mas mauu…” kata-kata Jessy stop sampai disitu, kita bertiga berbarengan menelanjangi diri.
“Ne-ne-ne-ne-ne-ne-Noon…stop Non, jangan !!” kata BaDungu ketakutan plus mupeng.
“Jangan apa, niih !” Jessy melempar C String hitam miliknya ke BaDungu.
“La-la-la-la-lhaa…gi-gi-gi-gimana nih ?”, BaDungu tergagap menggenggam celdam anak makalon yg sangat dihormatinya.
Setelah sempurna bugil, kita atur posisi. Jessy di tengah, jarinya seakan menggenggam pistol. Silvia di kiri menungging, aku di kanan merangkul Jessy, dengan sebelah tangan meniru pistol.
“Kita sluty angel’s…bertugas memuaskan gairah lelaki baik hati !” teriak kita serentak ^o^. Usai berkata demikian, kita bergerak mendekati BaDungu. Si tonggos itu beringsut mundur, namun celana di bagian selangkangan memumbul tanda dia konak.
“Ne-ne-ne-neNooooon…!!”, BaDungu pasrah kita telanjangi. Sehabis melucuti pakaian-nya, kita langsung Jongkok berebut kemaluan.
“Minggir lu De” kata Jessy, “Lu dong Kak, ngalah sama Ade” sahut Silvia. “Gw dunk, yg paling kecil !” kataku, “Ini lagi, kecil-kecil doyan kemaluan !” sahut Silvia dan Jessy padaku. BaDungu cuma medesah-desah, keenakan kemaluannya kita hisap bergantian. Begitulah keadaan kita, sampai sebuah suara ketukan pintu yg cukup keras mengganggu.
Dok ! dok ! dok !, “Non Jessy…ada masalah Non ?!”.
‘Mati aku, suara Pak Sukartaah…’ bisik BaDungu takut dipecat.
‘TE-nang aja…TA-kut bingit’ gerutu Jessy, diawal kalimat ia sertakan tamparan di kemaluan, BaDungu mengaduh. Jessy berdiri, jalan ke pintu sembari rapikan rambut. Ia memutar gagang pintu sembari menyembunyikan badan telanjangnya.
“Malam Non, sepertinya Non sedang kesulitan ?”.
“Iya Pak, tolong cepet masuk !” kata Jessy pura-pura panik. Manager penginapan yg bernama Pak Sukarta itu lantas masuk.
“Whaaaa !”, mata Pak Sukarta melotot lihat BaDungu anak buahnya sedang di-oralku dan Silvia yg tak berpakaian. “M-Maaaahh !!” mulutnya ternganga melihat Jessy juga telanjang bulat ketika menutup pintu. Dalem keadaan itu, dengan santainya Jessy berkata padaku dan Silvia.
“De’, kemaluan yg ini buat gw ya ?”.
“Ambiil…” sahutku dan Silvia ^o^.
“Ne-ne-ne-neNooooon…bisa dipecat sayah sama Bapak !!” kata Pak Sukarta beringsut mundur karena Jessy mendekatinya, namun matanya memelototi kemaluan Jessy. Aku dan Silvia memiringkan posisi oral agar adegan Jessy bisa kita lihat.
“Justru kalo Bapak ga ngelayanin saya dengan baik, saya laporin yg engga-engga biar Bapak dipecat !” ancam Jessy.
“Ja-ja-ja-ja-ja-Jangan dong Noon !”.
“Kalo ga mau dipecat, entot gw !” kata Jessy meremas baju Pak Sukarta.
“Baik kalo Non memaksa !”, Pak Sukarta langsung melahap dada Jessy yg bulat mirip bakpau. Jessy mendesah sembari terus lucuti pakaian Pak Sukarta, kini kita telanjang berlima. BaDungu yg tadinya malu-malu, mulai berani setelah melihat atasannya berani menindih Jessy, sang Nona makalon di ranjang. Ia berdiri, menyuruh aku dan Silvia mengangkang di pinggir ranjang yg sama.
“Aahhhhhhhh, Yess…” desah Jessy, tanda dia dan Pak Sukarta mulai bersebadan. Aku mendongag ke atas sembari di jilmek BaDungu, melihat Jessy ditumbuk secara membabi buta oleh anak buah Ayahhnya.
“Gila Ngoo…kemaluan Non Jessy enak bingit. Ohh anak makalon gw…Ooh anak makalon gw !” celoteh Pak Sukarta.
“Doyan khan kemaluan gw…enak lu hah ? entot gw Pak, ayo…jebolin kemaluan gw sesuka lu Aaaahhh !” balas Jessy.
BaDungu tak tahan, ia menyodokku dan Silvia bergantian. Malam itu, malam terindah di penginapan. Kita berlima tukar pasangan, saling memuaskan satu sama lain. Sampai terbit fajar di ufuk Timur.
Esoknya, minggu, pagi-pagi kita telah lepas atas masalah. Mulai berani lagi menyelam, meski masih disertai pengawasan ketat oleh BaDungu agar tak terjadi perihal-perihal yg tak diinginkan. Sorenya, kita siap-siap berangkat pulang. BaDungu dan Pak Sukarta melambaikan sapu tangan putih kepada kita, sedih kehilangan kemaluan untuk dipakai buang air mani ^o^. Kita membalasnya dengan senyuman, berterima kasih atas pelayanan mereka. Pulang dengan sejuta memory.
Pulaw Bidadari, banyak sekali yg terjadi disana. Bapak tukang kapal, perkosaan, Hiu, Mas BaDungu, Pak Sukarta, lumba-lumba. Huuf…yg penting, aku puas liburan kesana, mendapat experience seks under water sea pula.
Persahabatan…indahnya persahabatan kita. Aku tersenyum melihat ombak di tepi pantai itu kini. Terhibur mengingat perihal-perihal yg kita lalui bersama. Namun terpaksa harus kembali hampa, karena tak ada mereka di sisi ketika ini. Cuma ada kilatan memori yg membekas, serta laut bisu. Deru ombak bergemuruh, seakan ingin mengajakku berbicara. Kukuatkan hati, kutegarkan diri. Sesuai janji, sebagaimana sumpah kita.
Dimanapun kita berada…
Walaupun tak dalem satu tempat yg sama…
Andaikan jarak memisahkan kita bertiga…
Mereka sahabat dan juga Kakakku, dalem suka maupun duka…
Untuk selama-lamanya.
Bagiku, kalian jauh di mata…namun dekat di hati.
Life is so empty and boring without you two guys. Miss ‘n Love u always…
0 komentar:
Posting Komentar